13.5.11

Ayuthhaya, Chiang Mai, Chiang Rai, Mae Sai, Golden Triagle + Tachilek (Myanmar) Part IV





Kota Tachilek yang dulu merupakan kota perbatasan bisnis opium ternyata baru aja dilanda gempa 6,8 skala richer dan korban tewas puluhan. Itu cerita yang kudapat dari bapak-bapak penjual roti khas Myanmar yg dimakan pake kari daging(Roti Naan namanya sama kyk yg di Malaysia cuma bedanya disini rotinya kyk ada gelembung2 gitu dan karinya jg beda)

Roti Naan, pas di depan satu-satunya masjid disini




Jarak ke ibukota Myanmar Yangoon cuma sekitar 2 jam saja, tapi pemegang day pass kayak aku cuma boleh seputar Tachilek doang ga boleh ke ibukota. Berhubung aku ga mau cari masalah, cukuplah puas-puas keliling kota. Akhirnya naik tuk-tuk 150 baht, ke beberapa kuil Budha dengan arsitektur khas Myanmar. Ada yang seru disalah satunya karena patung Budhanya bisa melihat dari segala arah. Jadi merinding juga.

Perhatiin 6 patung budha emas difoto ke-2, ia bisa melihat ke segala arah





Pagoda Shwedagon adalah yang harus dikunjungi apabila mampir di Tachilek, replika pagoda di Yangoon ini, memiliki stupa emas mengkilat yang udah kelihatan dari jarak lumayan jauh. Terletak di atas bukit, didepan komplek Pagoda kita bisa melihat patung biksu berbaris, lalu masuk kesana gratis, cukup buka sandal kemudian ada beberapa penjual menawarkan garu dan bunga.
Aku beli aja secukupnya, ada seorang ibu kemudian tiba-tiba menjadi guide dadakan, dia menanyakan hari lahirku, kemudian karena gak inget, nanya tanggal lahir dan mencocokkan dengan primbon, yup senin katanya. Aku diminta berdiri di sisi hari senin (pagoda ini ada 7 sisi tenyata mewakili nama-nama hari), sedikit ritual dilaksanakan, mengguyur sekian kali tangan budha, patung budha kecil, lalu memukul lonceng 9 kali sambil make a wish.
Lalu ia mengajak ke bangunan yang didalamnya ada 4 patung emas Budha, lalu juga bangunan berisi patung Budha berbagai negara. Kalo Myanmar ternyata identik dengan patung Budha berwarna putih.

Shewedagon Pagoda








Setelah selesai aku kasih aja ibu itu 100 baht, selanjutnya kembali ke tukang tuk-tuk yang menunggu. Ia menunjukkan tujuan-tujuan selanjutnya di brosur yang dia punyai, Karen Village ternyata cuma 140 baht entrance fee-nya. Ughhh kalo tahu gini mending ke Karen Village di Tachilek aja, jauh lebih murah dan asli Myanmar. Tapi aku tolak karena sudah pernah ke Karen Village, selain itu ditawari juga cewek Myanmar 600 baht aja, yang ini juga ditolak (nama utk cewe panggilan disini "Lily").
Kembali ke Border, mampir ke street market, rame banget. Ternyata banyak orang kesini untuk Belanja, barang-barang cina banyak dijual disini dan murah-murah. Untuk mata uang yang digunakan, Baht, jadi ga perlu tuker duit Myanmar disini. Bahasa yang digunakan penjual disini kebanyakan mandarin, tapi untuk tawar menawar pake kalkulator aja. 

Tawar-tawar aja separuh dari harga yang dikasih. Mereka biasanya pura-pura marah, tapi buntutnya dikasih juga. Aku lumayan banyak belanja disini, tapi hati-hati, ada larangan memasukkan barang palsu ke Thailand, sempet kulihat di kotak kaca imigrasi Thailand pas kembali masuk ke Thailand, iphone 4 china (dijual di Tachilek cuma 2000 baht) termasuk barang yang disita. Kalo beli harus pinter-pinternya, dikantongi aja, karena tas di scan.

Border Street Market




Oya, buat yang ingin menginap di Tachilek (beberapa forum luar tidak merekomendasikan, menurutku sih gpp mencoba sayang aku kejer2an waktu), di sini ada beberapa  Guest House. Lalu katanya kita boleh mengunjungi provinsi laen seperti Khenthung, dengan menginap siapa tahu kita cukup membayar 10 USD saja di imigrasi, tetapi yang kubaca untuk menuju Khentung kita harus menggunakan guide lokal. CMIIW. Tapi tetap, dilarang keras masuk ibukota atau wilayah lain selain yang udah ditentukan.

Puas aku udah nembus Myanmar walau cuma sampai Tachilek, sekaligus mengubur keinginan ke Yangoon untuk sementara, sampai ke replika Pagodanya pun rasanya sudah cukup, karena ke Yangoon itu kelewat ribet menurutku. Satu-satunya transportasi keluar masuk kesana adalah pesawat nggak ada istilah nyicil-nyicil bisa masuk lewat darat atau lanjut lewat darat ke perbatasan Bangladesh, India atau China... cmiiw lagi

Sebelum jam 12 siang aku kembali ke imigrasi Myanmar, mengambil paspor yang udah distamp imigrasi Myanmar, mengembalikan daypass card (sempet mau kuminta tapi ga dikasih), lalu kembali ke Thailand lagi.
Di border Thailand ini juga ada jualan-jualan souvenir, untuk kaos-kaos Myanmar mending beli disini aja, lebih murah cuma 120 baht.


Keluar dari hotel, ada waktu sampe jam 19.30 sudah harus ke terminal Chiang Rai. Sebelumnya ada informasi ada songthaew warna biru yang menuju ke Golden Triagle/Chiang Saen dari border. Karena ga kelihatan wujudnya dimana, akhirnya naik songthaew merah (15 baht) ke terminal Mae Sai, disana lanjut dengan bus menuju Mae Chan (bukan kawannya Maia ya...) untuk nanti pindah naik bus ke Chiang Saen. Tetapi ternyata di persimpangan sebelum sampe Mae Chan disarankan turun disitu oleh kernet karena bus ke Chiang Saen akan lewat disana. Ya udah, turun disana, menunggu sambil makan duren (lagi) menunggu bus. Pas duren abis, pas bus datang, bayar 25 baht perjalanan 40 menitan ke Chiang Saen.

Perjalanan sport jantung menuju Chiang Saen





Karena perjalanan full sport jantung campur aduk ketidaktahuan dimana aku berada sekaligus mesti jam 19.30 sudah harus ke Chiang Rai, aku maen berhenti aja ketika melihat ada petunjuk jalan 12 km ke Golden Triagle karena tidak ada yang bisa ditanya, jawabnya ngak ngok semua (mestinya ikut ke kota aja, udah dekat, dari sana ada angkutan umum/ojek ke Golden Triagle). Pas turun langsung mendekati tuk-tuk, dengan bahasa tarzan, deal 250 baht ke Golden Triagle bolak balik. Tahu ga, karena miskomunikasi aku malah diajak ke danau besar di Chiang Saen, dikira aku sekedar cari tempat foto-foto berhubung petunjuknya aku nunjukin baju kaosku bertuliskan Map Golden Triagle lalu gerak foto-foto (maksudnya kesana bentar lalu foto-foto dan pulang). Menyadari kesalahan kemudian kembali melintasi jalan berdebu sekitar 20 menit naik tuktuk yang ampun lelet banget jalannya, sampe ke Golden triagle.
Golden Triagle yang dulu katanya rawan, merupakan perbatasan sungai mekong 3 negara dan menjadi pusat perdagangan Opium setengah abad lalu, sudah berubah jadi komplek wisata, banyak hotel, penjual cindera mata, resto, dan sebuah patung Budha besar. Karena ga ada waktu aku sekedar foto-foto didepan Hall of Opium. Disini juga bisa ikut tour Boat keliling sungai Mekong, katanya bisa juga mampir ke desa Myanmar sekedar shopping (cuma tetap lebih lengkap Tachilek), juga ada kasino di Myanmar. Sekali lagi aku cukup puas sudah menjejakkan kaki disini. 

Kasino di Myanmar dari seberang sungai Mekong

Golden triagle













Hall Of Opium, gak sempet masuk karena sport jantung sisa 3 jam lagi mesti udah di terminal bus Chiang Rai


Narsis di Golden Triagle dengan baju kaos andalan tempat bertanya


Di Golden Triagle paling 30 menitan, blom sempet makan, sempet keliling mencari kemungkinan angkutan dari sini langsung ke Chiang Rai, dijawab ga ada, disarankan naik ojek ke Chiang Saen. Akhirnya aku balik ke tuk-tuk tadi, pulang ke Chiang Saen, jalan yang ditempuh terasa lebih dekat karena lewat pesisir sungai Mekong. Sesampainya di Chiang Saen,  masih ada bus langsung ke Chiang Rai ngetem (dari beberapa forum asing katanya bus terakhir jam 2.30, kayaknya sampe jam 4.30 masih ada), sempat melihat-lihat Chiang Saen dahulu, banyak kuil-kuil, membayangkan kalo masih ada waktu pengennya nginep di Chiang Saen. Malah rute terbaik sebenarnya menginap di Chiang Saen, pagi-pagi sewa motor (di Mae Sai ga kelihatan sewa motor)jalan ke Mae Sai dan masuk Tachilek, pulangnya agak sore baru ke Golden Triagle.

Chiang Saen




Ke Golden Triagle tanpa ikut tour emang ga disarankan, malah seorang mbak-mbak yang ditanya bingung gimana caranya kesana tanpa ikutan tour, tapi kalo modal nekat, alternatif diatas tentunya bisa jauh lebih murah dibandingkan ikutan tour.


Oke.... Sesampai di Chiang Rai pas jam 6.30, niat mampir ke kuil putih Chiang Rai sebelum pulang dibuang jauh-jauh.
langsung naik bus dan 12 jam sukses tepar sampe ke Bangkok dan turun di terminal Mochit. Dari sini naik bus kota turun di Cathucak Market dan Naik BTS ke Phaya Thai Stasiun, lanjut naik city train ke bandara cuma dgn ongkos 40 baht, jauh lbh murah dibanding naek taxi yg bs kena 250-an baht (blm termsk tol sekitar 150 baht). Keliling bandara Suvarnabhumi sampe bosen nungguin check in, lalu terbang ke Singapore lagi untuk transit dan menunggu 6 jam.

Menunggu di Changi kali ini dihabiskan cari tempat mandi (ternyata mesti bayar 9SGD shower room di terminal 2 dan 3 sebelah Ambassador Transit  Hotel), akhirnya diputuskan mandi di kloset jongkok, berhubung sepi....
Oya, baru tahu juga ada shuttle bus gratis PP ke kasino Sands 24 jam dari Changi, setelah ngobrol2 sama calon penumpang yang baru pulang dari sana. Tapi ada untungnya sih ga tahu, kalo tahu pasti udah kesana aja bawaannya :D

Jam 5 pagi keluar dari imigrasi karena belum punya boarding pass Singapore - Jakarta (beda ketika check in di Jkt langsung dpt 2 boarding pass), lalu ke counter check in lagi, untunglah ga ribet, jatah bagasi kabinnya lumayan 10kg (backpack gw sebenarnya total 15kg sttttt), kemudian masuk lagi melalui imigrasi. Free ga pake airport tax tambahan.


That's all my FR, perjalanan 6 hari ini biaya yang dikeluarkan sekitar 7000 bath atau 2,1 juta (udah termasuk oleh-oleh yang kubeli). Agak sedikit "kebanyakan" berhubung semua serba dadakan, tapi aku yakin biaya bisa lebih ditekan jadi 1,5 jutaan (Hotel sharing, Karen Village pilih yang di Myanmar, Gak usah masuk penangkaran ular, buaya, harimau atau apapun mending masuk zoo aja komplet, bus pilih yang murah, kereta sitting class dll)  dan menghemat waktu dan tenaga pulangnya cari tiket murah pesawat  Chiang Rai - Bangkok (check selain Airasia, airlines lokal kayak  Nok Air atau One-Two-Go).

Secara keseluruhan perjalanan kali ini menyenangkan, melalui rute-rute sampai melintas batas Myanmar yang minim informasinya dimana-mana (cape gogling karena kebanyakan info ga update lagi), dan yang ada informasi yang dibaca selalu terkesan negatif dan menakutkan. Tetapi ternyata kenyataannya aman-aman aja kok asal bisa membawa diri dan tetap waspada aja.

Semoga bermanfaat ya...


Selanjutnya? Bangkok-Nong Khai-Laos-Hanoi dst dst.... 

5 komentar:

  1. salam kenal.. jemput singgah blog hamba (Aku Sebutir Pasir) kalau nak baca pengalaman hamba kembara ke 46 buah negara.. :)

    BalasHapus
  2. kunjungan gan .,.
    Menjaga kepercayaan orang lain lebih penting daripada membangunnya.,.
    di tunggu kunjungan balik.na gan.,.

    BalasHapus
  3. Bingung mau di jafikan referensi ke chiang sean karena maaf anda sllu menyebut back to terminal Chiang rai at 19.00 tapi anda tidak menuliskan kapan anda berangkat naek Songthew Merah dari Hostel. Yg anda tulis hanya perjalanan Spon Jantung dan 3jam. Jadi saya sulit membayangkan saya harus menyusun jam ke chiang Sean bagai mana. Mohon balas. Trims

    BalasHapus
  4. Nice blog, let's blogwalking to my blog
    http://travellingaddict.blogspot.com/

    BalasHapus